Preman sedang jadi bintang di negeri ini. Mereka menjadi buah bibir berbagai kalangan. Jika dalam sebulan terakhir ini yang disasar polisi adalah para preman jalanan, pembicaraan masyarakat yang berkembang sudah meluas ke beragam kategori preman.
Ada yang mempertanyakan preman berdasi, preman berseragam, preman alusan, beking preman, bosnya preman, Ormas preman dan sebagainya yang menurut mereka mestinya juga diberantas.
”Yang ditangkapi polisi itu kan hanya preman-preman kelas jalanan ta Mas, kelas teri. Lha yang mengancam, memeras para pengusaha tetapi memakai seragam resmi itu kan juga preman. Mereka mestinya juga ditangkapi,” kata Denmas Suloyo membuka pembicaraan di warung hik sudut kampung bersama saya dan Mas Wartonegoro.
”Sampeyan kok sajak sewot gitu ta Denmas. Memangnya punya teman preman?” tanya Mas Wartonegoro.
”Bukan begitu Mas. Kan kalau polisi memberantas kejahatan hanya bagian ranting-rangtinya begitu kan tidak efektif, itu hanya gerakan instan, tindakan mak benduduk, hangat-hangat tahi ayam. Beda kalau akarnya yang langsung dipangkas, kan beres. Jadi menurut saya ya para beking preman, para pengguna jasa preman, para bos preman dan pejabat yang bertindak preman itu juga harus ditangkapi. Wong sudah menjadi rahasia umum, negeri kita ini kan sebenarnya belantara preman…” kata Denmas Suloyo seperti biasanya, berapi-api.
”Tetangga saya di Jebres, Koh Sing Sing Wae yang pengusaha material bangunan itu malah dipaksa setor uang ke berbagai pihak. Karena truk pengangkut barangnya masuk jalan kelas dua, dia harus setor uang ke banyak petugas berseragam. Kalau mengambil setoran bapak-bapak berseragam ini bahkan tak sungkan-sungkan bawa mobil patrolinya sampai di depan gudang. Mereka ini kan juga berkategori preman Mas. Belum lagi dia harus ngopeni preman-preman kampung yang juga minta jatah. Kalau tidak diberi… mereka bisa-bisa ngamuk,” tambah Denmas Suloyo dengan nada lebih tinggi.
Sebelum Denmas Suloyo lebih makantar-kantar, Mas Wartonegoro ingin memperjelas soal kata preman yang dibahas karibnya itu. Kata dia, mengutip ensiklopedia dunia maya Wikipedia, premanisme berasal dari kata bahasa Belanda vrijman yang berarti orang bebas, merdeka dan isme adalah aliran.
Sedangkan makna preman di Indonesia kemudian berkembang menjadi orang atau sekelompok orang yang sesuka hati, sebebas-bebasnya memperoleh penghasilan dengan cara memeras, mengancam orang lain.
Disimpulkan juga bahwa fenomena preman di Indonesia itu berkembang akibat kondisi ekonomi semakin sulit dan angka pengangguran semakin tinggi. Akibatnya kelompok masyarakat usia kerja mulai mencari cara untuk mendapatkan penghasilan secara gampang, yaitu melalui pemerasan dalam bentuk penyediaan jasa yang sebenarnya tidak dibutuhkan.
Contoh preman di terminal bus yang memungut pungutan liar dari para sopir, yang bila ditolak akan berpengaruh terhadap keselamatan sopir dan kendaraannya di terminal. Para pedagang kaki lima juga harus setor ke sekelompok orang yang katanya sebagai penjaga keamanan, kalau tidak setor... ya dagangannya dirusak oleh sekelompok orang itu juga.
”Benar juga pendapat sampeyan Denmas. Preman, kalau memang diartikan sebagai orang yang mencari penghasilan dari pungutan liar, memeras dan mengancam, sesungguhnya bukan hanya mereka yang di jalanan yang melakukan. Di tingkat birokrasi negara nyatanya juga banyak preman. Anggota dewan yang minta uang kompensasi untuk pembebasan lahan, pejabat yang minta fee ke pengusaha untuk pengadaan barang dan –ini yang lebih mengerikan alias mbah-nya preman, yaitu aparat keamanan yang meminta setoran dari preman di jalanan alias bekingnya preman… mereka-mereka ini kan juga preman sejati malahan,” kata Mas Wartonegoro.
”Nah, benar kan. Karena itu pak polisi memang sebaiknya tidak tebang pilih. Kalau sekiranya sekarang sedang gencar melaksanakan pemberantasan preman, semua preman yang hampir ada di semua sektor kehidupan di negeri ini juga harus diberantas. Itu baru namanya gerakan pemberantasan preman yang sesungguhnya. Rakyat pasti akan mendukung, karena semua aksi premanisme ujung-ujungnya yang menjadi korban terakhir pasti rakyat jelata seperti kita-kita ini kan Mas. Negeri kita ini bagaikan belantara preman ya,” tambah Denmas Suloyo.
Meluas
Begitulah. Apa yang disimpulkan Denmas Suloyo dan Mas Wartonegoro rasanya memang tak berlebihan. Dalam deklarasi Gerakan Anti Premanisme yang digelar sejumlah tokoh masyarakat, rohaniwan, artis, budayawan, aktivis LSM, jurnalis, kelompok minoritas, dan juga anggota masyarakat yang menjadi korban premanisme dan kekerasan, isteri Gus Dur Sinta Nuriyah Wahid menilai mobilisasi dan aksi premanisme yang dilakukan kelompok massa tertentu, baik yang berbasis sentimen kedaerahan, agama, politik, ataupun kepentingan ekonomi tertentu semakin meluas dan mengintimidasi masyarakat terutama kelompok minoritas dan yang termarjinalkan.
Padahal di sisi lain, aksi premanisme yang dilakukan organisasi massa tertentu itu, menurut Sinta, justru mencerminkan sekaligus menunjukkan adanya produk-produk kebijakan pemerintah yang gagal, bentuk pemerintahan yang buruk dan korup, serta ketidakjelasan dan ketimpangan dalam pemerintahan sendiri.
Lantas bagaimana dengan program pemberantasan preman yang diagendakan Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri sejak dia dikukuhkan sebagai Kapolri beberapa waktu lalu itu? Tentunya kita berharap itu terus dilanjutkan. Semoga saja gerakan itu diperluas ke berbagai sektor kehidupan bermasayarakat kita. Memeras, menodong dan mengancam di negeri ini nyatanya bukan hanya dilakukan orang-orang di jalanan.
Premanisme tampaknya bahkan telah menjadi gerakan yang sangat terorganisir rapi. Karenanya, pemberantasan preman yang kini sedang dilakukan aparat kepolisian juga harus terorganisasi, sistematis dan tidak sepotong-potong serta dilaksanakan secara berkesinambungan sehingga upaya menciptakan kenyamanan dan kemananan masyarakat benar-benar tercapai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar