Senin, 02 Maret 2009

Potret-potret tak bermakna…

Sebulan lagi, persisnya Kamis Paing, 9 April 2009, Pemilu legislatif digelar. Semangat para calon wakil rakyat untuk mempromosikan diri, ternyata kian menggebu-gebu. Karena itu pula Denmas Suloyo sempat grundelan setengah misuh-misuh ketika Satpol PP akhir pekan lalu menertibkan atau tepatnya merobohkan, membabati poster, pamflet, spanduk, baliho potret para Caleg termasuk bendera-bendera partai yang dipasang sesuka hati.
“Lha gimana nggak mangkel coba, saya pasang baliho itu biayanya kan nggak sedikit. Jutaan lho Mas,” kata Denmas Suloyo nggresula kepada kawan ngobrol setianya, Mas Wartonegoro.
”Salah sampeyan sendiri, kenapa memasang baliho seenaknya sendiri. Baliho sampeyan itu kan di daerah terlarang. Saya setuju banget itu Satpol PP akhirnya bertindak tegas menertibkan potret sampeyan dan teman-teman sampeyan yang bikin risih, nyebeli, nggriseni…” jawab Mas Wartonegoro di News Cafe tempat mereka biasa nongkrong dan enggar-enggar penggalih. Tahun ini Denmas Suloyo memang mencoba peruntungan untuk menjadi calon anggota DPRD yang terhormat.
Saya yang ikut jagongan pun setuju dengan pendapat Mas Wartonegoro, bahwa beragam alat peraga kampanye menjelang Pemilu tahun ini memang sungguh merusak pemandangan. Karena itu saya juga termasuk orang yang berharap pemasangan potret-potret para Caleg tersebut ditertibkan. Karena sejauh ini, rasanya pemasangan alat-alat peraga kampanye itu tidak dikoordinasikan, tidak dirancang secara matang baik penempatannya maupun slogan yang ditulis.
Banyak kawan saya yang juga gemas dengan menjamurnya poster, spanduk, baliho para Caleg tersebut karena mereka menilai cara mempromosikan, mem-branding diri serta slogan yang digembar-gemborkan tidak cerdas, memalukan, naif bahkan mengundang tawa geli. Potret-potret itu tak bermakna apa-apa untuk menyampaikan pesan agar masyarakat yang sempat melihat, memilih mereka.
Selain potret wajah kadang dikombinasi dengan Superman, Barrack Obama atau malah tokoh kartun Avatar kalimat-kalimat di baliho, poster atau pun spanduk para Caleg itu juga seragam, standar, normatif bahkan klise…”Mohon Doa Restu…”, ”Suara Anda Bermanfaat untuk Rakyat”, ”Saatnya yang Muda yang Memimpin”, ”Insya Allah Amanah…”, ”Berjuang dengan Ikhlas…” atau ada pula yang menyertakan kalimat aneh dan tidak ada hubungannya dengan persoalan politik negeri ini… ”Anaknya Pak anu…”, ”Ini dia Pendekar Rakyat.”, ”Si Fulan…Gaul Banget!!!” dan masih ribuan lagi tag line yang terkadang asal beda, asal unik atau malah asal-asalan.
Tak bermakna
Karena itu pula, saya begitu mafhum ketika sastrawan, budayawan dan jurnalis sekelas Goenawan Muhammad dalam Catatan Pinggir-nya di Tempo awal bulan lalu mengawali kolomnya dengan sebuah doa, ”Semoga Tuhan menyelamatkan kita dari potret. Semoga Tuhan menyelamatkan pepohonan Indonesia, tiang listrik Indonesia, pagar desa dan tembok kota Indonesia, dan segala hal yang berdiri dengan sabar di Indonesia, dari gambar manusia…”
Apa yang diungkapkan Goenawan Muhammad itu seolah mewakili rakyat Indonesia yang jengkel karena tak bisa menghindar dari kepungan potret-potret wajah para calon legislatif di setiap sudut tempat, mulai pohon, tembok, tiang listrik hingga tiang telpon di negeri ini. ”Saya ingin berdoa: semoga mata orang Indonesia tak akan membuat Indonesia tersesat. Demokrasi perlu dirindukan lagi sebagai tempat suara berseru dengan gema yang kuat, dengan keberanian berbeda—bukan konformisme yang menyerahkan apa yang berharga dalam pribadi ke dalam sebuah pasfoto. Potret itu tak bicara apa-apa…” begitu tulis Goenawan Muhammad di akhir Catatan Pinggir-nya.
Ya… potret-potret itu memang tak bicara apa-apa, tak bermakna apa-apa tatkala pernyataan, slogan, tag line atau apalah namanya yang mereka tulis di alat peraga kampanye itu hanyalah sekadar kelatahan. Mereka hanya melakukan kampanye Pemilu, bukan kampanye politik yang mendidik masyarakat menjadi cerdas.
Karena sesungguhnya ada perbedaan yang sangat signifikan antara kampanye Pemilu dengan kampanye politik. Kampanye Pemilu hanya kepentingan sesaat, hanya untuk menggiring masyarakat agar memilih seseorang ketika nanti saatnya menyontreng, sekadar janji-janji yang bisa jadi janji kosong dan hal-hal lain yang siftanya pragmatis dan instan. Sementara kampanye politik adalah upaya membangun reputasi dalam jangka panjang agar diperoleh image positif atas sebuah program yang terukur dan bukan sekadar janji kosong belaka.
Kita berharap, ada di antara Caleg yang memajang potret mereka di segenap pelosok desa dan penjuru kota itu adalah sosok yang benar-benar ingin berjuang untuk rakyat. Jangan sampai kita salah pilih, hanya gara-gara kesengsem menyaksikan potret di poster, baliho atau pamflet yang tak mewakili kepribadian, moralitas atau karakter mereka.
Semoga kita memperoleh wakil rakyat yang mengetahui benar soal kedudukan, fungsi dan perannya. Semoga pula kita tidak keliru memilih orang yang tidak paham tentang bagaimana harus bersikap, bertindak dan berbicara ketika menjadi wakil rakyat hanya karena merasa mereka adalah orang politik. Kita berharap, setelah Pemilu 2009 ini tidak akan ada lagi mendapati wakil rakyat yang tak memiliki tatakrama.
Karena seperti terungkap dalam artikel Harian Kompas (1/3), rakyat terbiasa melihat (melalui televisi) anggota DPR dengan enaknya klepas-klepus merokok di tengah rapat. Ada pula yang sibuk mengirim atau membuka SMS, bertelepon, ngobrol, baca koran, hingga terlelap selagi sidang. Berita tentang anggota DPR yang mangkir dari sidang juga sudah sering terdengar.
Itu baru perilaku yang dianggap tidak etis. Perilaku yang melanggar hukum juga tidak kalah banyak. Ada anggota DPR yang ketahuan korupsi secara bergerombolan, ada yang terlibat pelecehan seksual, hingga beradegan mesum dengan seorang artis dangdut. Memang tidak semua anggota DPR bermasalah. Namun, mereka tetap terkena getahnya karena mereka berada di lembaga yang sama. Jajak pendapat Kompas tahun 2005 memperlihatkan, tiga perempat responden memandang citra DPR negatif dan 91 persen responden yakin DPR berperilaku KKN…

1 komentar:

dhanik_okta mengatakan...

miris pak dengan bangsa ini...


ShoutMix chat widget