Senin, 08 Desember 2008

Kehilangan rasa...

Sebelum Lebaran lalu, kawan saya saat kuliah mem-forward sebuah artikel berjudul Kaca Spion yang (katanya) ditulis Andy F Noya, pemilik acara Kick Andy di Metro TV itu. Sesuai imbauannya, saya diminta membaca tulisan itu karena katanya sangat menarik. Benar memang. Tulisan atau persisnya catatan kehidupan Andy F Noya yang mantan wartawan di berbagai media cetak Ibukota itu sangat inspiratif.
Andy bertutur tentang kegundahan hatinya gara-gara makan gado-gado kesukaannya sewaktu mahasiswa yang kini telah berubah rasa. Padahal menurut Andy, gado-gado favoritnya semasa dia masih mahasiswa di luar pagar Perpustakaan Soemantri Brodjonegoro di Jalan Rasuna Said, Jakarta itu penjualnya masih sama, warna bumbu kacangnya masih sama bahkan kain penutup kiosnya masih tetap berwarna hitam seperti dulu.
"Menurut saya, waktu itu, inilah gado-gado paling enak seantero Jakarta. Harganya Rp 500 sepiring sudah termasuk lontong. Makan sepiring tidak akan pernah puas. Kalau ada uang lebih, saya pasti nambah satu piring lagi," begitu tulis Andy F Noya.
Tetapi ketika suatu hari Andy yang kini telah sukses itu ingin memuaskan rasa rindunya menyantap gado-gado kesukaannya, ternyata rasanya telah berubah. Itulah yang membuatnya gundah. "Gado-gado itu dulu selalu membuat saya ngiler. Namun baru dua tiga suap, saya merasa gado-gado yang masuk ke mulut jauh dari bayangan masa lalu. Bumbu kacang yang dulu ingin saya jilat sampai piringnya mengkilap, kini rasanya amburadul," tambahnya.
Kata dia, bukan semata pada masalah rasa gado-gado yang telah berubah. Akan tetapi lebih dari itu, menurut dia ada sesuatu yang bersifat lebih filosofis dalam kegundahannya tersebut. "Kepada isteri, saya utarakan kegundahan itu. Saya risau saya sudah berubah dan tidak lagi menjadi diri saya sendiri. Padahal sejak kecil saya berjanji jika suatu hari kelak saya punya penghasilan yang cukup, punya mobil sendiri dan punya rumah sendiri, saya tidak ingin berubah. Saya tidak ingin menjadi sombong karenanya."
Kata Andy, pandangan hidupnya itu berkaitan dengan pengalaman masa kecil dia di Surabaya. Sejak kecil dia mengaku benci orang kaya. Ada kejadian yang sangat membekas dan menjadi trauma masa kecil ketika berumur 9 tahun secara tidak sengaja dia mematahkan kaca spion mobil seorang kaya. Sang pemilik mobil itu memburunya hingga ke rumahnya yang sempit. "Dengan suara keras dia marah dan mengancam ibu saya. Dia meminta ganti rugi. Pria itu, yang saya kenali dari suaranya yang tidak bersahabat, akhirnya pergi setelah ibu berjanji akan mengganti kaca spion mobilnya. Saya ingat harga kaca spion itu Rp 2.000. Tapi pada tahun 1970, itu sangat besar. Terutama bagi ibu yang hanya penjahit. Setiap akhir bulan sang pemilik mobil datang untuk mengambil uang. Begitu berbulan-bulan. Saya lupa berapa lama ibu harus menyisihkan uang untuk itu. Tetapi rasanya tidak ada habis-habisnya. Setiap akhir bulan, saat orang itu datang, saya selalu ketakutan. Di mata saya dia begitu jahat. Bukankah dia kaya? Apalah artinya kaca spion mobil baginya?"
Itulah mengapa Andy waktu itu mengaku sangat membenci orang kaya dan berjanji jika dirinya menjadi orang kaya tidak akan semena-mena. Karenanya, ketika gado-gado yang dia makan pada masa susah dulu berubah rasa dia pun menjadi gundah. "Saya gundah. Jangan-jangan sayalah yang sudah berubah. Hal yang sangat saya takuti."
Tapi isterinya bilang bahwa dia tidak usah merasa bersalah. "Kalau gado-gado langgananmu dulu tidak lagi nikmat, itu karena sekarang kamu sudah pernah merasakan berbagai jenis makanan. Dulu mungkin kamu hanya bisa makan gado-gado di pinggir jalan. Sekarang, kamu punya kesempatan mencoba makanan yang enak-enak. Cita rasamu sudah meningkat.''

Elite sinambung
Begitulah kisah Andy F Noya itu juga saya sampaikan kepada sahabat saya Mas Wartonegoro dan Raden Mas Suloyo yang namanya kemarin sudah resmi masuk ke daftar calon sementara anggota legislatif. Maka tanpa menunggu jeda, Mas Wartonegoro pun langsung mengingatkan kawannya Denmas Suloyo untuk selalu mengingat-ingat kisah itu. "Jadi kalau nanti sampeyan mulya menjadi anggota Dewan yang terhormat, jangan njuk lupa pada asal usul sampeyan yang sekarang ini. Seperti Pak Andy Noya itu, selalu khawatir, selalu gundah kalau ada sesuatu yang berubah pada dirinya," kata Mas Wartonegoro.
"Lha iyalah Mas Warto... apa saya ini kelihatan seperti orang yang gampang berubah, gampang lupa kacang akan kulitnya, gampang lupa asal-usul ta?" jawab Denmas Suloyo.
"Saya kan hanya mengingatkan ta Denmas. Karena fakta menunjukkan bahwa begitu banyak orang yang berubah ke arah yang salah, apalagi kalau sudah menjadi pejabat. Bukti sudah banyak, tidak usahlah saya memberi contoh satu persatu. Setiap hari di koran saya itu kan ada saja kasus pejabat kena suap, pejabat korupsi, anggota dewan dijebloskan penjara karena menerima uang sogokan... dan masih banyak lagi, itu kan karena mereka sudah kehilangan rasa..." tambah Mas Wartonegoro.
Pengamat politik dari Universitas Indonesia Eep Saefullah pernah mengatakan bahwa kenyataannya setelah berjalan satu dasawarsa, reformasi ternyata cenderung menghasilkan gejala "rezim berubah, elite sinambung". Apa yang dimaksud Eep adalah, para elite yang menjadi para pelaku reformasi ternyata sungguh mudah terjebak menjadi agen kesinambungan perilaku nondemokratis. "Maka, sekalipun terjadi perubahan tipe rezim dari otoritarianisme Orde Baru ke demokrasi, berbagai bentuk perilaku nondemokratis masih terus bertahan."
Ini berarti pula bahwa perilaku pejabat kita masih saja berubah menjadi serakah ketika berkuasa. Mereka cenderung hanya mementingkan kesejahteraan diri sendiri, atau maksimal memikirkan kelompok atau golongannya agar tetap eksis menguasai percaturan perpolitikan negara. Banyak elite yang dulunya aktivis pro rakyat, yang dulunya merasa tertindas, yang dulunya orang tidak punya apa-apa ketika berkuasa lupa akan kesengsaraannya masa lalu, lupa akan ketertindasannya dulu dan lupa akan kesengsaraan orang lain. Mereka ibarat kere munggah bale, seperti Petruk dadi ratu yang merasa mendapat aji mumpung untuk menumpuk kekayaan dan kemudian kehilangan empati, kehilangan simpati serta kehilangan rasa gundah dan gelisah atas keadaan rakyat yang masih susah dan malah kemudian balik mereka tindas... q

Tidak ada komentar:


ShoutMix chat widget